Saluang

Alunan saluang dari seruas bambu itu begitu mendayu seolah menggugah rindu perantau  pada kampung halamannya di ranah minang. Padahal alat musik itu sangat sederhana, hanya seruas bambu dengan tiga, empat  dan enam lubang nada. Pernafasan peniupnya melalui hidung tanpa terputus-putus.

Namun di tangan seniman yang ahli ditambah dengan sedikit mantra dan jampi-jampi akan menggugah hati yang mendengarnya, terlebih bila ditujukan pada anak muda yang dimabuk asmara.Saluang Darek adalah alat musik tiup tradisional dari Sumatra Barat di daerah darek atau darat seperti Batusangkar. Terbuat dari sejenis bambu tipis berwarna kuning gading. Dimainkan dengan ringan dengan satu atau dua pendendang.

Alat musik ini sering dimainkan seorang pemuda untuk melepas kerinduan, pelipur lara, atau pelepas lelah. Suaranya mengalun indah seperti udara di pegunungan.Sedangkan di daerah pesisir Sumatera Barat lebih dikenal Bansi yang mirip Saluang. Sama-sama terbuat dari bambu tipis, lebih pendek dari Saluang. Namun nada yang dimainkan lebih meriah, tidak mengalun.

Mungkin untuk mengalahkan suara deburan ombak  di pesisir.Bansi digunakan untuk mengiringi berbagai jenis lagu tradisional dan modern karena mempunyai lubang nada lebih lengkap. Selain sebagai alat musik tunggal Bansi juga dapat dimainkan dengan alat musik lainnya untuk mengiringi nyanyian dan tarian.

Sebagian besar alat musik tradisional Minangkabau sudah terbilang langka dan mungkin juga jarang didengar lagi.Misalnya ‘Pupuik Tanduk’ yang terbuat dari tanduk kerbau yang dipadu dengan bambu yang bentuknya melengkung dan berwarna hitam. Alat musik tiup pada zaman dulu ini biasanya dimainkan bersama Talempong  dan gendang dalam upacara perkawinan dan upacara adat lainnya hampir di semua daerah di Sumatera Barat. Kini Pupuik Tanduk sangat jarang ditemukan di daerah Sumatra Barat.

0 komentar:

Posting Komentar